Perbedaan sistem komunikasi dapat dipengaruhi oleh kepentingan apa yang mewarnai sebuah sistem, selanjutnya hal ini akan dapat dilihat dari struktur dan tatanan nilai yang akan mewarnai sistem komunikasi yang sedang dijalankan.
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa sistem komunikasi jika dipetakan berdasarkan kepentingan yang mewarnainya bisa dikategorikan dalam beberapa paradigma, diantaranya paradigma liberal-individualis (liberal-individualist paradigm) yang lebih berorientasi pada kepentingan pasar yang akan memberikan layanan optimal pada hal-hal yang diinginkan oleh masyarakat, paradigma tanggung jawab sosial (social responsibility paradigm) yang menekankan pada kepentingan komunitas yang sangat kuat.
Paradigma kritis (critical paradigm) yang berorientasi pada kepentingan masyarakat luas. Dalam hal ini, dibayangkan bahwa sistem komunikasi yang direkayasa secara sepihak oleh kelompok dominan baik itu pemerintah ataupun pasar akan menimbulkan hegemoni yang tak sehat pada pihak yang dikooptasi, dalam hal ini masyarakat.
Paradigma administratif (administrative paradigm) yang berorientasi pada kepentingan-kepentingan penguasa ataupun kelompok teknokrat yang biasanya juga seiring dengan kepentingan pasar. Dalam paradigma ini sistem komunikasi sangat menunjukan dominasi kepentingan penguasa memiliki kekuatan otoritatif yang sangat kuat.
Pada akhirnya paradigma negoisasi budaya (cultural negotiation pardigm) yang menekankan pada kepentingan-kepentingan yang sangat dominan dan menonjol adalah kepentingan komunitas yang menjadi bagian yang sangat kuat dalam gerakan masyarakat sipil.
Suprastruktur, Infrastruktur, dan Penataan Nilai
Seluruh kepentingan ini akan terwujud dalam penataan struktur baik supra dan infrastruktur serta penataan nilai yang berkembang dalam sistem komunikasi. Struktur yang biasanya digunakan dalam pengembangan sebuah sistem komunikasi, diantaranya komunikasi informal tatap muka, struktur sosial tradisional (hubungan dalam keluarga dan kelompok-kelompok agama), struktur pemerintahan (output politik legislatif dan birokrasi), struktur input politik (partai politik ataupun kelompok penekan), serta struktur media massa.
Penataan nilai memberikan warna terhadap sistem komunikasi yang dikembangkan dan akan sangat berorientasi pada tujuan sistem yang ingin dicapai, misalnya dalam sistem komunikasi yang berparadigma individualis dan lebih menekankan pada kepentingan pasar maka penataan nilai yang akan mewarnai adalah berkait dengan nilai-nilai yang mempercepat pencapaian tujuan sistem kapitalis. Demikian pula dalam sistem komunikasi yang berorientasi pada kepentingan pemerintah maka sistem komunikasi yang dikembangkan akan mewarnai oleh penataan nilai berorientasi pada kepentingan para pengambil kebijakan.
Penataan nilai terkait juga dengan penegakan serangkaian tatanan sosial dan solidaritas dalam masyarakat sangat kompleks. Terdapat beberapa nilai-nilai tertentu yang coba diwujudkan dalam sistem komunikasi yang dikembangkan. Khususnya untuk komunikasi yang bermedia maka beberapa hal dibawah ini dapat dilihat sebagai contohnya: media seharusnya berperan sebagai saluran komunikasi dan memberikan dukungan positif bagi terwujudnya keharmonisan masyarakat, berkontribusi pada integrasi sosial tidak melecehkan kekuatan hukum dan tatanan sosial. Berkait dengan masalah moral khususnya berkait dengan masalah pornografi, seks, dan kekerasan, media seharusnya memahami apa yang diterima secara luas oleh publik dan menghindari pelanggaran norma oleh publik. Pada konteks inilah, para profesional di bidang media berusaha untuk menciptakan standar profesional sebagai respons terhadap harapan masyarakat khususnya pada peran dan fungsi media. Standar profesional juga merupakan respons terhadap tekanan regulasi pemerintah.
Komunikasi dan Hubungan Antarsistem
Secara lebih luas sistem komunikasi akan sangat erat berelasi dengan sistem sosialnya, sekaligus dengan sistem politiknya. Pada titik inilah, lahir kajian sistem komunikasi sosial dan sistem komunikasi politik.
Sistem komunikasi sosial berperan penting dalam menjamin terintegrasinya masyarakat dalam pencapaian tujuan bersama. Sistem sosial yang sehat terjadi apabila sistem komunikasi mampu menghubungkan antara fungsi-fungsi subsistem dalam masyarakat, di antaranya relasi antara sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya. Itulah sebabnya maka sistem komunikasi sering disebut sebagai bloodlife yang menjamin berjalannya sistem sosial.
Beberapa konsep penting terkait dengan komunikasi social adalah identitas. Identitas bermakna kesatuan atau kesamaan. Kita membentuk opini berdasarkan persamaan dan perbedaan antara diri kita dan yang lain. System komunikasi baik melalui media maupun nonmedia sangat berperan penting dalam pembentukan identitas. Berkait dengan representasi social terkait dengan fenomena bahwa media massa berperan penting dalam memberikan ruang untuk merepresentasikan komunitas-komunitas social yang ada dalam masyarakat dengan tujuan untuk mereflesikan dan memelihara keberlangsungan identitas dan format kelompok-kelompok social yang ada dalam masyarakat. Pada titik inilah media menjadi arena persaingan antar kelompok untuk dapat dihadirkan dan direpresentasikan dalam media. Komunikasi politik terkait dengan hubungan antara sistem komunikasi dan sistem politik. Tema utama yang dibahas adalah bagaimana sistem komunikasi dibangun mulai dari bagaimana masyarakat menyampaikan pendapatnya yang berupa tuntutan dan dukungan (demand) dan Support) kepada infrastruktur politik. Di dalamnya terdapat elemen-elemen partai politik, media, kelompok kepentingan dan kelompok penekan, hingga masuk pada elemen suprastruktur politik (kelompok legislatif, eksekutif, dan yudikatif) yang mengolahnya menjadi output yang berupa kebijakan atau kebijaksanaan tertentu.
Dalam masyarakat demokratis, sistem komunikasi politik bersifat horisontal di mana kelompok-kelompok infrastruktur politik dan suprastruktur politik memiliki posisi yang seimbang sehingga komunikasi bersifat setara. Hal ini sangat berbeda dengan sistem komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat otoritarian dimana komunikasi bersifat vertikal dari atas ke bawah dengan peran partai yang sangat dominan. Masyarakat dianggap audience pasif yang menjadi objek proses komunikasi. Masyarakat hanya menerima instruksi dan doktrin dari pemerintah dan tidak memiliki hak untuk mempengaruhi hasil kebijakan yang akan diambil. Dengan melihat beberapa ciri dari masyarakat demokratis yang seperti ini maka sistem komunikasi politik menjadi sangatlah penting untuk menjamin terealisasinya sistem politik demokratis. Dalam rangka pemahaman yang semacam ini isu yang didiskusikan dalam konteks komunikasi politik banyak terkait dengan media dan demokratisasi, teori agenda setting hingga teori framing (pembingkaian media).
Sumber referensi : Prajarto, Nunung (2016). Perbandingan Sistem Komunikasi (SKOM4434). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
ConversionConversion EmoticonEmoticon