Komunikasi Antar Budaya 3

1:02:00 pm
MODUL  2
PENGERTIAN, FUNGSI, ASUMSI DAN RUANG LINGKUP KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

A.   PENGANTAR

Cobalah melihat cara perilaku masing-masing budaya (termasuk budaya anda sendiri) sebagai  sistem yang mungkin tetapi bersifat arbitrer. Hindarilah kecenderungan untuk mengevaluasi nilai-nilai, kepercayaan, perilaku dari suatu budaya sebagai lebih baik daripada nilai-nilai, kepercayaan dan perilaku dari budaya lain (DeVito, 1997).

         
Dalam tataran teoretik-akademik, suatu bidang kajian atau disiplin ilmu paling tidak ditandai oleh adanya pengertian serta ruang lingkup yang akan membedakannya dengan displin-disiplin ilmu lain. Kepentingan ini jika dilihat dari filsafat ilmu akan menentukan tiga hal penting, yaitu: Pertama, aspek substansi, yaitu berkaitan dengan apa yang dikaji (ontologi). Kedua, aspek ruang lingkupnya, yaitu batasan-batasan yang akan membedakan wilayah kajian dengan displin-disiplin ilmu lain, termasuk bagaimana cara mengkajinya (epistemologi). Ketiga, aspek nilai guna (aksiologi), yaitu untuk kepentingan apa suatu disiplin ilmu dipelajari  dan dikembangkan (Vardiansyah2005:20).
Jalan untuk mencapai suatu disiplin ilmu tidaklah mudah, namun memerlukan kajian yang intesif, memerlukan diskusi yang tak mengenal lelah, dibicarakan di kelas, di ruang diskusi, seminar, dan sebagainya. Harus disadari, bahwa suatu disiplin ilmu lahir tidaklah pada ruang yang hampa, melainkan pada dinamika intelektual yang terus-menerus. Ia melibatkan para pakar komunikasi serta pakar ilmu-ilmu lain.
Seperti sebuah bangunan, komunikasi (proses penyampaian pesan) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (perspektif). Perspektif itu sendiri pada wilayah keilmun diartikan suatu kerangka konseptual (conceptual frame-work), suatu perangkat asumsi, nilai atau gagasan yang mempengaruhi perspektif kita, dan pada gilirannya mempengaruhi cara kita bertindak dalam suatu situasi (Mulyana, 2001: 16).
Sebagai ilmu sosial, komunikasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, dan salah satunya melahirkan komunikasi antarbudaya. Meskipun kajian mengenai komunikasi antarbudaya ini masih reltif baru, namun keberadaannya telah mendapat perhatian khusus dari para akademisi sehingga menjadi salah satu mata kulih “wajib” di fakultas ilmu komunikasi.
Pada bagian ini, paling tidak ada tiga bahasan penting, yaitu pengertian, asumsi-asumsi dan ruang lingkup komunikasi antarbudaya. Ketiga bagian ini akan menjadi pilar “keajegan” komunikasi antarbudaya sebagai disiplin ilmu tersendiri dan sekaligus membedakan objek kajiannya dengan ilmu-ilmu lain.

B.   PENGERTIAN
Sebelum memahami pengertian komunikasi antarbudaya, terlebih dahulu ada beberapa jenis atau model komunikasi yang menjadi bagian dari komunikasi antarbudaya.    
Pertama, komunikasi internasional (International Communications), yaitu proses komunikasi antara bangsa dan negara. Komunikasi ini tercermin dalam diplomasi dan propaganda, dan seringkali berhubungan dengan situasi intercultural (antarbudaya) dan interracial (antarras). Komunikasi internasional lebih menekankan kepada kebijakan dan kepentingan suatu negara dengan negara lain yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan, dan lain-lain. Menurut Maletzke, komunikasi antarbudaya lebih banyak menyoroti realitas sosiologis dan antropologis, sementara komunikasi antarbangsa lebih banyak mengkaji realitas politik. Namun demikian, komunikasi internasional (antarbangsa) pun masih merupakan bagian dari komunikasi antarbudaya.
Sastropoetro (1991:12) menjelaskan komunikasi internasional ini secara panjang lebar, demikian:
Komuniksi internasional, mempelajari pernyataan antarnegara/pemerintah/bangsa yang bersifat umum melalui lambang-lambang yang berarti. Rumusan itu memberikan arti, bahwa pendekatan terhadap subdisiplin komunikasi internasional, adalah melalui proses komunikasi dengan melihat pada syarat-syarat dan unsur-unsur serta hukum-hukum yang berlaku dibidang ilmu komunikasi. Gerhard Maletzke dalam bukunya “Intercultural and International Communication” menyatakan tentang International Communication sebagai: “The Communication process”, artinya “Komunikasi antarberbagai negara atau bangsa melintasi batas-batas negara”.

Menurut K.S. Sitaram, bahwa komunikasi internasional adalah komunikasi antara struktur-struktur politik alih-alih antara budaya-budaya individual, artinya komunikasi internasional dilakukan antara bangsa-bangsa, sering lewat para pemimpin negara atau wakil-wakil negara (menteri luar negeri, duta besar, konsul jenderal, dan sebagainya. Para wakil negara tersebut mewakili kepentingan negaranya dalam upaya meyakinkan negara lain atas berbagai kebijakan.
Secara lebih spesifik (Liliweri,2001:22) studi-studi komunikasi internasional disandarkan atas pendekatan-pendekatan maupun metodologi sebagai berikut:
Pendekatan peta bumi (geographical approach) yang membahas arus informasi maupun  liputan internasional pada bangsa atau Negara tertentu, wilayah tertentu, ataupun lingkup dunia, di samping antarwilayah.
Pendekatan media (media approach), adalah pengkajian berita internasional melalui suatu medium atau multimedia.
Pedekatan peristiwa (event approach) yang mengkaji suatu peristiwa lewat suatu medium.
Pendekatan ideologis (idelogical approach), yang membandingkan sistem pers antarbangsa atau melihat penyebaran arus berita internasional dari sudut ideologis semata-mata.                                        
 
Kedua, komunikasi antarras (interracial communication), yaitu suatu komunikasi yang terjadi apabila sumber dan komunkan berbeda ras. Ciri penting dari komunikasi antarras ini adalah peserta komunikasi berbeda ras. Ras adalah  sekelompok orang yang ditandai dengan ciri-ciri biologis yang sama. Secara implisit komunikasi antarras ini termasuk ke dalam komunikasi antarbudaya. Hambatan utama dalam komunikasi antar-ras ini adalah sikap curiga kepada ras lain. Misalnya orang Jepang berkomunikasi dengan orang Amerika.
Ketiga, komunikasi antaretnis (interethnic communication), yaitu berkaitan dengan keadaan sumber komunikannya, sama ras/suku bangsa tetapi berbeda asal etnis dan latar belakangnya. Kelompok etnik adalah kelompok orang yang ditandai dengan bahasa dan asal-usul yang sama. Oleh karena itu komunikasi antaretnik merupakan komunikasi antarbudaya. Misalnya,  komunikasi antara orang-orang Kanada Inggris dengan Kanada Prancis. Mereka sama-sama warga negara Kanada, sama rasnya tetapi mempunyai latar belakang, perspektif, pandangan hidup, cita-cita, dan bahasa yang berbeda.
Menurut DeVito (1997:480), bentuk-bentuk komunikasi antarbudaya meliputi bentuk-bentuk komunikasi lain, yaitu:
Komunikasi antara kelompok agama yang berbeda. Misalnya, antara orang Katolik Roma dengan Episkop, atau antara orang Islam dan orang Jahudi.
Komunikasi antara subkultur yang berbeda. Misalnya, antara dokter dn pengacara, atau antara tunanetra dan tunarungu.
Komunikasi antara suatu subkultur dan kultur yang dominan. Misalnya, antara kaum homoseks dan kaum heteroseks, atau antara kaum manula dan kaum muda.
Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda, yaitu antara pria dan wanita.
 
Komunikasi Antarbudaya diartikan sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang  kebudayaan. Definisi lain mengatakan bahwa yang menandai komunikasi antarbudaya adalah bahwa sumber dan penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya (intercultural communication generally refers to face-to face interaction among people of divers culture). Sedangkan Collier dan Thomas, mendefinisikan komunikasi antarbudaya “as communication between persons ‘who identity themselves as distict from’ other in a cultural sense” (Purwasito, 2003:122).
Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya yang lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan  kepada masalah-masalah penyandian pesan, di mana dalam situasi komunikasi suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.
Komunikasi antarbudaya (intercultural communication) adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda bangsa, kelompok ras, atau komunitas bahasa, komunikasi tersebut disebut komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi: apa makna pesan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan, bagaimana cara mengkomunikasikannya (verbal nonverbal), kapan mengkomunikasikannya (Mulyana, 2004:xi).
Untuk melengkapi pemahaman mengenai pengertian komunikasi antarbudaya ini, dibawah ini ada beberapa definisi yang dapat dijadikan rujukan, yaitu:
Komunikasi antarbudaya adalah pernyataan diri antarpribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya.
Komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya.
Komunikasi antarbudaya merupakan pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan yang disampaikan secara lisan atau tertulis atau model lainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.
Komunikasi antarbudaya adalah pengalihan informasi dari seorang yang berkebudayaan tertentu kepada orang yang berkebudayaan lain.
Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yangberbentuk symbol yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.
Komunikasi antarbudaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda danmenghasilkan efek tertentu.
Komunikasi antar budaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan di antara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atau bantuan hal lain disekitarnya yang memperjelas pesan (Liliweri, 2003:9).
 
Beberapa pakar mendefinisikan komunikasi antarbudaya dalam banyak perspektif, di antaranya:
1.   Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antara suku bangsa, antaretnik dan ras, antarkelas sosial.
2.   Samover dan Porter
Komunikasi antarbudaya terjadi di antara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda.
3.   Chaley H. Dood
Komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta (Liliweri, 2003:10).
4.   Joseph DeVito (1997)
Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda – antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai, atau cara berperilaku kultural yang berbeda
5.   Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss
Intercultural communication as communication between members of different cultures whether defined in terms of racial, ethic, or socioeconomic differences (komunikasi antarbudaya sebagai komunikasi antara dua anggota dari latar budaya yang berbeda, yakni berbeda rasial, etnik atau sosial-ekonomis).


Komunikasi antarbudaya merupakan istilah yang mencakup arti umum dan menunjukkan pada komunikasi antara orang-orang yang mempunyai latar belakang  kebudayaan yang berbeda.  Dalam perkembangannya, komunikasi antarbudaya acapkali “disamakan” dengan komunikasi lintas budaya (cross cultural communication). Komunikasi lintasbudaya lebih memfokuskan pembahasannya kepada membandingkan fenomena komunikasi dalam budaya-budaya berbeda. Misalnya, bagaimana gaya komunikasi pria atau gaya komunikasi wanita dalam budaya Amerika dan budaya Indonesia.
Substansi yang membedakan antara komunikasi antarbudaya dengan komunikasi lintas budaya  sebagimana diungkapkan Purwasito (2003:125), demikian:
Pada dasarnya, sebutan komunikasi lintas budaya sering pula digunakan para ahli menyebut makna komunikasi antarbudaya. Perbedaannya barangkali terletak pada wilayah geografis (negara) atau dalam konteks rasial (bangsa). Tetapi juga untuk menyebut dan membandingkan satu fenomena kebudayaan dengan kebudayaan yang lain, (generally refers to comparing phenomena across cultures), tanpa dibatasi oleh konteks geografis masupun ras atau etnik. Misalnya, kajian lintas budaya tentang peran wanita dalam suatu masyarakat tertentu dibandingkan dengan peranan wanita yang berbeda setting kebudayaannya. Itulah sebabnya komunikasi lintas budaya didefinisikan sebagai analisis perbandingan yang memprioritaskan relativitas kegiatan kebudayaan, a kind of comperative analysis which priorities the relativity of cultural activities.

Sementara, Liliweri (2001:22) menjelaskan komunikasi lintasbudaya ini sebagai berikut:
Komunikasi lintas budaya lebih menekankan perbandingan pola-pola komunikasi antarpribadi di antara peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan. Pada awalnya studi lintas budaya berasal dari perspektif  antropologi sosial dan budaya sehingga dia lebih bersifat depth description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu.

Jika demikian, komunikasi antarbudaya sejatinya lebih luas dan lebih komprehensif daripada komunikasi lintasbudaya. Penekanan antarbudaya terletak pada orang-orang yang terlibat komunikasi memiliki perbedaan budaya. Ia dapat dijumpai dalam komunikasi lintas budaya, komunikasi antar ras, komunikasi internasional, dan sebagainya, sepanjang kedua orang yang melakukan komunikasi tersebut memiliki latar belakang budaya yang berbeda.


C.   FUNGSI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Secara khusus, fungsi komunikasi antarbudaya adalah untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika kita memasuki wilayah (derah) orang lain kita dihadapkn dengan orang-orang yang sedikit atau banyak berbeda dengan kita dari berbagai aspek (sosial, budaya, ekonomi, status, dan lain-lain). Pada waktu itu pula kita dihadapkan dengan ketidakpastian dan ambiguitas dalam komunikasi.  Untuk mengurangi ketidakpastian seseorang melakukan prediksi sehingga komunikasi bisa berjalan efektif (DeVito, 1997:487).
Gundykunstt dan Kim (dalam Liliweri, 2003:19), usaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yakni:
1.   Pra-kontak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun nonverbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi).
2.   Initial contact and imppresion, yakni tanggapan lanjutan atas kesan yang muncul dari kontak awal tersebut; misalnya anda bertanya pada diri sendiri; Apakah saya seperti dia ?  Apakah dia mengerti saya ?  Apakah saya rugi waktu kalau berkomunikasi dengan dia ?
3.   Closure, mulai membuka diri anda sdendiri yang semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Menurut Johnson (dalam Supratiknya, 1995:14), pembukaan diri memiliki dua sisi, yaitu bersikap terbuka kepada yang lain dan bersikap terbuka bagi yang lain. Kedua proses tersebut dapat berjalan secara serentak antara kedua belah pihak sehingga  membuahkan relasi yang terbuka antara kita dengan orang lain.

Secara umum, fungsi komunikasi antarbudaya tidak dapat dipisahkan dari fungsi komunikasi secara umum. Fungsi-fungsi tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


GAMBAR
FUNGSI KOMUNIKASI

1.   Identitas Sosial
Dalam komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas diri maupun identitas social. Perilaku itu teraktualisasi dalam bentuk tindakan berbahasa (verbal dan nonverbal). Dari kedua bahasa itulah dapat diketahui identitas seseorang. Misalnya, Jika berbahasa Sunda dan berkebaya berarti orang Sunda,  Jika berbahasa Jawa dan menggunakan blangkon berarti mencirika orang Jawa, dan sebagainya.

2.   Integrasi Sosial
Esensi dari integrasi sosial adalah enerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok, namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Dalam konteks komunikasi antarbudaya  yang melibatkan perbedaan budaya atara komunikator dan komunikan, maka integrasi social merupakan  tujuan utama komunikasi. Prinsip utama pertularan pesan dalam komunikasi antarbudaya adalah: Saya memperlalukan anda sebagaimana kebudayan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas realsi mereka.

3.   Kognitif
Tidak dapat dibantah bahwa komunikasi antarbudaya dapat menambah dan memperkaya pengetahuan bersama, yaitu dengan cara saling mempelajari kebudayaan. Dengan cara melakukan komunikasi antarbudaya antara seseorang dengan yang lainnya dapat bertukar pengetahuan budaya masing-masing. Orang Batak belajar budaya Sunda, atau sebaliknya orang Sunda belajar budaya Batak. Orang betawi mendalami budaya Jawa, sedangkan orang Jawa menekuni budaya Betawi, dan seterusnya. Dengan begitu terjadi pengayaan pengetahuan (kognitif).

4.   Melepaskan Diri
Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain sekedar untuk melepaskan diri ari berbagai masalah yang menghimpit kita. Boleh jadi anda memilih “teman kencan” yang dal;am banyak hal merasa cocok dengan anda. Dia memiliki pikiranj-pikiran atau gagasan-gagasan yang sama denganh diri anda. Tanpa disadari bahwa orang yang anda ajak kencan tersebut berbeda budaya, status sisial dan lainnya. Disitulah fungsinya komunikasi antarbudaya sebagai “jembatan” untuk melepaskan diri.



5.   Pengawasan
Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan “perkembangan” tentang linngkungan. Meskipun pada realitasnya fungsi ini lebih banyak diperaqnkan oleh media massa. Misalnya, beberapa tahun yang lalu masyarakat dunia dikejutkan oleh berita perselingkuhan Bill Clinton Monica Lewinsky. Pelajaran yang dapat diambil dari kasus ini adalah betapa di AS, seorang presiden pun memiliki kedudukan yang setarap dalam hukum. Secara langsung kita dapat belajar  sebuah kebudayaan dari negara sehebat AS tentang hukum dan moralitas.

6.   Menjembatani
Dalam komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi mengawasi itu terlihat pada pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan  perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama.

7.   Sosialisasi Nilai
Fungsi ini berada pada ranah mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaa suatu masarakat kepada masyarakat lain. Misalnya, tanpa disadari ketika menonton wayang golek atau tarian Jawa ada nilai-nilai yang ditarnsformasikan kepada penonton (khalayak). Dengan demikian telah terjadi sosialisasi nilai dari budaya yang satu ke budaya yang lain sesuai dengan budaya khalayaknya.

8.   Menghibur
Fungsi menghibur begitu kental dalam komunikasi antarbudaya. Jika kita rajin memperhatikan acara “Benteng Takeshi”, maka kita terasa terhibur oleh orang-orang Jepang yang beradu ketangkasan dalam bentuk permainan yang menghibur. Kita pun mungkin akan tertawa lebar jika menonton Si Parto (salah seorang personil Patrio Group), yang berbahasa tegal sangat kental, melucu dan bertingkah laku. Itu semua mencerminkan komunikasi antarbudaya yang memiliki dimensi menghibur.


D.  ASUMSI-ASUMSI DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Berbicaralah dengan bahasa mereka. Jargon ini adalah kunci penting dalam mewujudkan komunikasi. Seorang komunikator yang baik adalah mereka yang memiliki kemampuan berbahasa (verbal dan nonverbal) yang dipahami oleh komunikannya. Sitaram dan Cogdell (1976) menyampaikan, bahwa komunikasi yang efektif dengan orang lain akan berhasil apabila kita mampu memilih dan  menjalankan teknik-teknik berkomunikasi, serta menggunakan bahasa yang sesuai dengan latar belakang mereka.
Atas dasar uraian di atas, beberapa asumsi komunikasi antarbudaya didasarkan atas hal-hal berikut:
1.   Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
2.   Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi.
3.   Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi.
4.   Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian.
5.   Komunikas berpusat pada kebudayaan.
6.   Efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi  antarbudaya (Liliweri, 2003:15).

E.   RUANG LINGKUP KOMUNIKASI ANATARBUDAYA
Sebagaimana telah diungkapkan di muka, komunikasi antarbudaya  merupakan salah satu bidang studi dari ilmu komunikasi. Oleh karena itu, komunikasi antarbudaya mempunyai objek formal, yaitu mempelajari komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh seorang komunikator sebagai produsen pesan dari suatu kebudayaan dengan konsumen pesan atau komunikan dari kebudayaan yang lain. Komunikasi antarbudaya berkaitan dengan hubungan timbal balik antara sifat-sifat yang terkandung dalam komunikasi, kebudayaan yang pada gilirannya menghasilkan sifat-sifat komunikasi antarbudaya.
Pada dasarnya, ruang lingkup komunikasi antarbudaya  tidak jauh berbeda dengan komunikasi secara umum. Namun yang menjadi penekanannya yaitu pada perbedaan budaya diantara para peserta komunikasinya. Berdasarkan analisis sederhana, ruang lingkup komunikasi antarbudaya dapat dirinci ke dalam empat wilayah utama, yaitu:
Mempelajari komunikasi antarbudaya dengan pokok bahasan proses komunikasi antarpribadi dan komunikasi antarbudaya termasuk di dalamnya, komunikasi di antara komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan, suku bangsa, ras dan etnik.
 Komunikasi lintas budaya dengan pokok bahasan perbandingan pola-pola komunikasi antarpribadi lintas budaya.
Komunikasi melalui media di antara komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan namun menggunakan media, seperti komunikasi internasional.
Mempelajari perbandingan komunikasi massa, misalnya membandingkan sistem media massa antarbudaya, perbandingan komunikasi massa, dampak media massa, tatanan informasi dunia baru.
 
Untuk merumuskan ruang lingkup komunikasi antarbudaya juga dapat ditelusuri dengan cara megintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang dimensi kebudayaan dalam konteks komunikasi antarbudaya. Adapaun dimensi yang perlu diperhatikan adalah:
Tingkat masyarakat kelompok budaya dari para pelaku komunikasi;
Konteks sosial tempat terjadinya komunikasi antarbudaya;
saluran komunikasi yang dilalui oleh pesan-pesan komunikasi antarbudaya, baik yang bersifat verbal maupun nonverbal.
 
Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap, studi komunikasi antarbudaya dapat ditelaah melalui bagan berikut:








BAGAN
RUANG LINGKUP STUDI ILMU KOMUNIKASI

(Sumber: Liliweri, 2001:27)


          Terdapat dua dimensi studi ilmu komunikasi, yaitu studi yang dikaitkan dengan (1)  komunikasi yang bersifat interaktif-perbandingan; dan (2) komunikasi yang bersifat antarpribadi-penggunaan media.
(1)   Kalau bagan di atas dirinci maka pada sumbu X ada dikotomi interactive dan comparative, sedangkan pada sumbu Y ada dikotomi interpersonal dan mediated.
(2)   Dengan demikian rincian bidang studi ilmu komunikasi dapat dikategorikan berdasarkan:
Kuadran I
Mempelajari komunikasi antarbudaya dengan pokok bahasan proses komunikasi antarpribadi dan komunikasi antarbudaya termasuk di dalamnya komunikasi di antara komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan, suku bangsa, ras dan etnik.
Kuadran II
Komunikasi lintas budaya dengan pokok bahasan perbandingan pola-pola komunikasi antarpribadi lintas budaya.
Kuadran III
Komunikasi melalui media di antara komunikator dengan komunikan yang berbeda kebudayaan namun menggunakan media, seperti komunikasi internasional.
Kuadran IV
Mempelajari perbandingan komunikasi massa, misalnya membandingkan sistem media massa, dampak media massa, tatanan informasi dunia baru.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »