Rezeki Kita, Allah yang Menanggungnya

6:32:00 am

“Seandainya kalian benar-benar bertawakkal kepada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi)


Diceritakan ada seorang ulama Suriah acapkali mendawamkan do’a yang selalu dilantunkan. Ia selalu mengucapkan do’a seperti ini : “Ya Allah, berilah aku rezeki sebagaimana Engkau memberi rezeki kepada bughats”. Apakah yang dimaksud dengan “Bughats” itu...? seperti apa karunia yang didapatinya?


“Bughats” adalah anak burung gagak yang baru menetas. Burung gagak ketika mengerami telurnya akan menetas mengeluarkan anak yang disebut “Bughats”. Ketika sudah besar dia menjadi gagak dewasa, dalam bahasa Arab diistilahkan dengan “Ghurab”.

Ada sebuah fenomena menarik yang perlu kita amati dari perjalanan hidup burung ini, dimana secara ilmiah, anak burung gagak ketika baru menetas warnanya bukan hitam seperti induknya, karena ketika baru menetas tanpa bulu, kulitnya berwarna putih. Disaat induknya menyaksikannya, ia tidak terima burung kecil itu anaknya, hingga ia tidak mau memberi makan dan minum, lalu mengintainya dari kejauhan saja. Anak burung kecil malang yang baru keluar dari telurnya itu tidak mempunyai kemampuan untuk banyak bergerak, apalagi untuk terbang. Lalu bagaimana ia bisa makan dan minum? Dia tidak mempunyai rezeki, siapa yang memberinya rezeki? Sebab induknya tidak mau memberi makan, sebab warnanya putih.


Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pemberi Rezeki yang menanggung rezekinya, karena Dialah yang telah menciptakanya. Allah Ta’ala menciptakan bau tertentu yang keluar dari tubuh anak gagak, yang dengannya dapat mengundang kehadiran serangga ke sarangnya. Lalu berbagai ulat serta serangga berdatangan sesuai dengan kebutuhan anak gagak, dan ia pun memakannya. Keadaan terus seperti itu sampai warnanya berubah menjadi hitam, karena bulunya sudah tumbuh, ketika itu barulah gagak mengetahui itu adalah anaknya, ia pun memberi makannya sampai tumbuh dewasa dan bisa terbang mancari makan sendiri, dan secara otomatis aroma yang keluar dari tubuhnyapun hilang serangga-serangga tidak berdatangan lagi ke sarangnya. Dia-lah Allah, Yang Maha Pemberi Rezeki. Firman Allah Ta’ala menegaskan: “Tidak suatu binatangpun (termasuk manusia) yang bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin oleh Allah rezekinya” (QS. Huud : 6)


Bicara tentang perihal pembagian rezeki hidup makhluk yang hidup di alam raya ini, di mata seorang hamba yang mengimani adanya ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, pastinya ia meyakini bahwa semua hal tersebut tidaklah berhubungan dengan adanya ikhtiar semata, melainkan termasuk dalam ruang lingkup rukun iman kepada Allah Ta’ala dengan takdir dan kehendak-Nya yang Azali. Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa rezeki setiap makhluk telah ada kepastiannya jauh hari sebelum ia muncul di alam semesta raya. Mari kita menyimak beberapa keterangan berikut ini, tentunya bukan untuk sekedar membaca saja, namun wajib bagi kita semua untuk meyakini. Berikut petikan keterangannya :

Hadist dari sahabat ‘Ubadah bin Ash-Shamit –semoga Allah Ta’ala meridhoinya-, ia berkata : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah telah menulis seluruh takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi,” (HR. Muslim). Dalam sabdanya yang lain: “Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah berfirman, ‘Tulislah!” ia bertanya, ‘Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadinya kiamat” (HR. Abu Dawud).




Dalam riwayat yang lain disebutkan pula adanya sebuah keterangan yang menegaskan bahwa ketika ruh manusia ditiupkan ke dalam janin seorang ibu yang tengah hamil, tepatnya ketika menginjak usia empat bulan, di saat yang sama Allah Ta’ala kembali menegaskan ketetapan kisaran rezeki seorang hamba, bahkan berapa jumlah umur beserta amalan kebaikan serta keburukan yang kelak akan dilakukannya, terhitung ketika janin tersebut keluar dan lahir dari perut sang bunda sampai dengan wafatnya. Ketetapan ini tentunya tidak didasarkan atas kemauan Allah Ta’ala Yang Maha Kuasa, meski untuk itu Allah Ta’ala berkuasa, melainkan setiap ketetapan yang telah temaktub, ditulis berdasarkan pengetahuan Allah yang Maha mengetahui setiap peristiwa yang akan terjadi dalam kehidupan ini, bahkan Allah Ta’ala Maha Tahu terkait seberapa banyak kenikmatan yang akan diteguk oleh seorang hamba ketika dimasukkan ke dalam surga-Nya, sebagaimana pula Allah Ta’ala Maha Tahu terkait batas siksaan seperti apa yang akan menimpa setiap hamba-Nya ketika masuk neraka-Nya. Semua perkara yang telah ditetapkan-Nya itu didasarkan atas pengetahuan akan perkara ghaib serta prinsip kemahaadilan Allah Ta’ala, karenanya setiap manusia diberikan kebebasan seutuhnya untuk merentas jalan surga atau nerakanya.


Keterangan semua ini bisa kita dapatkan dalam hadist berikut ini : Hadist dari Abu Abdurahman Abdullah bin Mas’ud –semoga Allah Ta’ala meridhoinya-, beliau berkata : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan: “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan riskinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau bahagiannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga (HR. Bukhori dan Muslim)


Dari semua keterangan yang termaktub di atas, sungguh tiada layak bagi manusia untuk menafikan kehadiran Allah Ta’ala dalam setiap rezeki yang dinikmatinya atau merasa risau berlebih atas kenikmatan yang belum diraihnya, karena sungguh apapun yang telah ditakdirkan menimpa manusia tidak akan melesat darinya, dan apa yang tidak ditakdirkan baginya, tiada mungkin akan mengenainya, demikian halnya dengan perkara rezeki hidup, berupa kesuksesan jenjang karir, proyek usaha, dan lainnya. Dalam hadistnya, rosulullah –Sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “seandainya anak Adam lari dari rezekinya sebagaimana larinya dia dari kematian, niscaya rezeki akan mendatanginya sebagaimana kematian akan mendatanginya” (HR. Abu Nu’aim, dihasankan Syaikh Al-Albani). Dalam keterangan yang lain disebutkan pula adanya sabda Rasulullah –Sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Malaikat Jibril menyampaikan wahyu kepadaku bahwa seseorang tidak akan meninggal sampai dengan sempurna seluruh rezekinya. Ketahuilah, takutlah kepada Allah, dan perindahlah caramu meminta kepada Allah. Jangan sampai keterlambatan rezeki membuatmu mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya tidak akan didapatkan sesuatu yang ada di sisi Allah kecuali dengan mentaatinya” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)


WaAllahu a’lam bisshowab.



Penulis : Ridwan, Lc, M.Pd I


Sumber : Risalah Jumat

Artikel Terkait

Previous
Next Post »