Pada sistem komunikasi, tema utama yang mendapat perhatian adalah isu-isu komunikasi nonmedia ataupun yang bermedia dalam struktur komunikasi masyarakat. Sistem komunikasi nonmedia menjelaskan mengenai bagaimana struktur nonmedia dalam masyarakat yang menjadi saluran-saluran komunikasi. Misalnya, dalam proses input pada sistem politik, media sosial apa saja yang digunakan dalam masyarakat. Kegiatan-kegiatan sosial semacam arisan ataupun kesenian-kesenian rakyat bisa menjadi contoh saluran komunikasi nonmedia yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Pada sistem komunikasi bermedia, diskusi terarah pada sistem media pers cetak dan media penyiaran yang dikembangkan dalam masyarakat. Sistem media biasanya meliputi harapan dan idealisme yang tumbuh di masyarakat tentang pemfungsian pers di satu sisi dan tujuan-tujuan masyarakat yang bisa dioptimalkan melalui optimalisasi media.
Sistem komunikasi media dalam hal ini pers bisa dibedakan karakteristiknya dari satu negara ke negara lainnya. McQuail, mengklasifikasikannya berdasar pada ragam tingkatan dari otonomi media di antaranya, fungsi kolaboratif, fungsi surveillance, fungsi fasilitator, dan fungsi kritis/dialektik. Sistem komunikasi khususnya yang terkait dengan pers, dibedakan oleh Siebert, Peterson, dan Schramm dalam 4 model, yaitu pers otoritarian, pers libertarian, pers tanggung jawab sosial, dan pers Soviet komunis. Kategorisasi ini sangat kental diwarnai oleh pengaruh sistem politik yang berlaku di masing-masing negara. Implikasinya adalah sistem komunikasi yang dikembangkan akan berbeda-beda.
Terkait dengan sistem penyiaran, Donald R.Brown menggunakan 5 elemen dasar yang dinilainya akan memengaruhi sistem komunikasi yaitu faktor geografi, demografi/linguistik, budaya, ekonomi, dan politik. Dalam konteks yang sama terkait dengan sistem penyiaran, penulis lainnya Tomas Coppens, Leen d’Haenens, dan Frieda Saey lebih menekankan bahwa sistem penyiaran lebih dipengaruhi oleh keputusan-keputusan yang bersifat politis dan ketentuan-ketentuan formal lainnya.
2: Sistem Komunikasi dipandang dari Pendekatan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia
Pendekatan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia memandang sistem komunikasi sebagai elemen penting dalam merealisasikan tujuan-tujuan sistem yang sudah ditentukan. Media menjadi aktor penting yang menjalankan fungsi input dan menyerap seluruh kebutuhan masyarakat. Selanjutnya, struktur komunikasi diharapkan juga dapat mensosialisasikan berbagai output yang biasanya berupa kebijakan yang berlaku untuk seluruh masyarakat. Dalam perspektif HAM yang menjadi elemen penting dalam sistem politik demokrasi, struktur komunikasi baik bermedia ataupun nonmedia akan dilihat kontribusinya terhadap penegakan nilai hak asasi manusia. Dalam konteks ini, akan dibicarakan mengenai bagaimana akses bagi para pelaku media dalam mencari berita bagi kepentingan masyarakat, sekaligus sejauh mana masyarakat mendapatkan hak-haknya secara optimal dalam masyarakat demokrasi.
Pendekatan demokrasi dan HAM sangat kental membahas mengenai bagaimana nilai-nilai demokrasi dan penegakan HAM memengaruhi sistem komunikasi yang dikembangkan. Dalam hal ini, serangkaian prakondisi dan faktor-faktor penentu bagi sebuah media yang demokratis dan mendukung penegakan HAM menjadi kajian inti.
Sistem komunikasi yang dilihat dari pendekatan demokrasi dicirikan oleh sifat sistem komunikasi yang menjunjung karakter konstitusional yaitu bahwa dalam negara demokratis segala aturan main dirumuskan dalam aturan-aturan konstitusi sehingga segala sesuatu mendapatkan jaminan kepastian hukum, partisipatoris, yaitu bahwa seluruh elemen masyarakat diharapkan berpartisipasi aktif dalam keputusan-keputusan penting dalam masyarakat. Ketiga sifat rational choice yaitu bahwa pengambilan keputusan oleh masyarakat haruslah didasarkan pada pilihan-pilihan yang bersifat rasional.
Terdapat lima fungsi dasar yang diidealkan, yaitu pertama, media harus menginformasikan pada warganya mengenai apa yang terjadi di sekitar lingkungannya (Fungsi ini disebutkan sebagai fungsi media “surveillance” dan “monitoring”). Kedua, media harus mendidik dalam arti memberikan pemaknaan yang signifikan terhadap fakta tertentu. Ketiga, media harus menyediakan sebuah arena bagi wacana politik, memfasilitasi format “opini publik” dan melayani proses umpan balik bagi masyarakat. Peran keempat, memberikan ruang publisitas pada institusi pemerintahan ataupun institusi politik. Kelima, media dalam masyarakat demokratis menjalankan fungsi “advocacy” atau pembelaan terhadap fungsi politik tertentu.
Dalam pendekatan hak-hak asasi manusia sistem komunikasi dikembangkan sedemikian rupa sehingga berbagai pandangan politik baik yang berkeinginan untuk melenyapkan demokrasi ataupun yang menyuburkan nilai demokrasi tumbuh seiring dalam masyarakat untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat. Sistem media dikembangkan dalam konteks peran bahwa media tidak suci dan para penulis tidak secara otomatis mempunyai etika yang lebih tinggi dari politikus. Pemberitaan yang objektif serta komentar yang kritis merupakan sumbangan wartawan yang terbesar pada pengembangan hak-hak asasi manusia. Wartawan diharapkan berperan seprofesional mungkin sehingga kebebasan pers dapat dimaknai sedemikian rupa.
3: Hubungan Antara Sistem Komunikasi dengan Sistem Sosial dan Sistem Politik
Sistem komunikasi sangat erat berelasi dengan sistem sosialnya, sekaligus dengan sistem politiknya sehingga melahirkan kajian sistem komunikasi sosial dan sistem komunikasi politik.
Sistem komunikasi sosial berperan penting dalam menjamin terintegrasinya masyarakat dalam pencapaian tujuan bersama. Sistem sosial yang sehat terjadi apabila sistem komunikasi mampu menghubungkan antara fungsi-fungsi subsistem dalam masyarakat, di antaranya relasi antara sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya. Itulah sebabnya maka sistem komunikasi sering disebut sebagai bloodlife yang menjamin berjalannya sistem sosial.
Konsep penting terkait dengan komunikasi sosial adalah identitas dan representasi. Identitas bermakna “kesatuan” atau “kesamaan”. Kita membentuk opini berdasarkan persamaan dan perbedaan antara diri kita dan yang lain. Sistem komunikasi baik melalui media maupun nonmedia sangat berperan penting dalam pembentukan identitas. Representasi sosial terkait dengan fenomena bahwa Media massa berperan penting dalam memberikan ruang untuk merepresentasikan komunitas-komunitas sosial yang ada dalam masyarakat dengan tujuan untuk merefleksikan dan memelihara keberlangsungan identitas dan format kelompok-kelompok sosial yang ada dalam masyarakat, media menjadi arena persaingan antar kelompok untuk dapat dihadirkan dan direpresentasikan di dalam media tersebut.
Hubungan antara sistem komunikasi dan sistem politik terkait dengan Komunikasi politik yang berhubungan dengan bagaimana sistem komunikasi dibangun mulai dari bagaimana masyarakat menyampaikan pendapatnya yang berupa tuntutan (demand) dan dukungan (support) kepada infrastruktur politik. Di dalamnya terdapat elemen-elemen partai politik, media, kelompok kepentingan dan kelompok penekan, hingga masuk pada elemen suprastruktur politik (kelompok legislatif, eksekutif, dan yudikatif) yang mengolahnya menjadi output yang berupa kebijakan ataupun kebijaksanaan tertentu.
Dalam masyarakat demokratis, sistem komunikasi politik bersifat horizontal di mana kelompok-kelompok infrastruktur politik dan suprastruktur politik memiliki posisi yang seimbang sehingga komunikasi bersifat setara. Hal ini sangat berbeda dengan sistem komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat otoritarian di mana komunikasi bersifat vertikal dari atas ke bawah dengan peran pemerintah yang sangat dominan. Masyarakat dianggap audience pasif yang menjadi objek proses komunikasi. Masyarakat hanya menerima instruksi dan doktrin dari pemerintah dan tidak memiliki hak untuk memengaruhi hasil kebijakan yang akan diambil. Dalam kerangka pemahaman yang semacam ini isu yang didiskusikan dalam konteks komunikasi politik banyak terkait dengan media dan demokratisasi, teori agenda setting hingga teori framing.
4: Sistem Komunikasi Autoritarian
Teori autoritarian dapat dijelaskan melalui beberapa asumsi yang meliputi (1) hakikat tentang manusia, (2) hakikat masyarakat dan negara,(3) hubungan manusia dengan negara, serta (4) hakikat pengetahuan dan kebenaran. Intinya teori autoritarian meyakini bahwa manusia hanya akan mencapai potensi terbaik dirinya dengan menjadi bagian dari sebuah masyarakat. Negara merupakan organisasi tertinggi dan mengungguli individu ataupun kelompok. Negara sebagai bentuk kolektivitas tertinggi dari masyarakat menempati hierarki tertinggi di atas semua manusia. Manusia dalam negara autoritarian dipercaya memiliki perbedaan tingkat kemampuan mental dan intelektual. Adanya perbedaan ini perlu diwujudkan dalam suatu struktur sosial yang menempatkan orang-orang “bijak” lebih tinggi posisinya dari orang awam. Orang-orang bijak tersebut berhak menentukan apa itu pengetahuan dan kebenaran, yang kemudian dijadikan patokan kebenaran untuk manusia lainnya.
Pemikiran autoritarian banyak didukung dan dibenarkan oleh para filsuf dan pemikir besar di zamannya. Tokoh-tokoh seperti halnya Plato, Machiavelli, Thomas Hobbes, dan Hegel, memiliki titik-titik pertemuan yang memberikan dukungan pada pemikiran autoritarian. Pemonopolian penafsiran biasanya dipakai penguasa untuk memperkuat kekuasaannya karena hak monopoli atas ideologi memungkinkannya mempergunakan ideologi tersebut sebagai senjata ampuh untuk melumpuhkan atau menghancurkan siapa saja yang mengkritik apalagi menentang kekuasaannya.
Sepanjang abad keenam belas hingga kedelapan belas, ada setidaknya empat bentuk piranti sistem komunikasi autoritarian yang dijalankan sejumlah kerajaan atau negara monarki untuk mengontrol media massa. Pertama, bentuk-bentuk pengendalian yang diterapkan adalah lisensi atau apa yang disebut di Inggris pada Abad XV hingga XVII sebagai “patent”, yakni izin khusus untuk mencetak dan menerbitkan selebaran ataupun buku. Bentuk kedua adalah monopoli, yakni bila kepemilikan media dalam sebuah kerajaan atau pemerintahan dibatasi hanya berada dalam tangan satu perusahaan atau pemilik. Bentuk kontrol yang ketiga adalah sensor, di mana setiap bahan-bahan yang akan dicetak atau dipublikasikan terlebih dahulu harus dilaporkan kepada pihak pemerintah. Bentuk pengendalian media yang keempat adalah melalui tuntutan hukum, yakni dengan menjadikan penulis atau pemilik percetakan berada di bawah regulasi yang membatasi ruang gerak mereka.
Contoh sistem komunikasi otoriter adalah apa yang dikembangkan oleh pemerintahan nasionalis sosialis Jerman yang memerintah Jerman tahun 1933 hingga 1945 yang merupakan contoh klasik pemerintahan otoriter yang cenderung bersifat fascis. Stasiun penyiaran diharapkan untuk bertanggung jawab sosial terhadap masyarakatnya. Pada titik tertentu pemerintah autoritarian melakukan bredel dan menutup stasiun penyiaran jika isi programnya dianggap tidak sesuai dan mengganggu misi pemerintah. Contoh lain adalah sistem komunikasi pada sistem politik komunis. Dalam sistem media komunis perilaku yang didorong untuk direalisasikan adalah bekerja untuk kepentingan bersama, siap untuk membela dan mengabdi pada negara, serta memperluas pencapaian-pencapaian prestasi di bawah komunisme.
Saat ini semakin sedikit negara yang sepenuhnya menganut sistem autoritarian, termasuk dalam mengontrol media massa dalam negara mereka. Namun, data menunjukkan bahwa walaupun secara filosofis tidak ada lagi negara yang mengatakan dirinya menjalankan sistem autoritarian, tetapi dalam praktiknya cara-cara yang pada prinsipnya bersifat autoritarian tetap dijalankan dengan masing-masing pilihan kebijakan dan derajat kekuatan. Salah satu cara yang masih terus bertahan untuk “mengendalikan” media massa adalah melalui tuntutan hukum.
5: Sistem Komunikasi Libertarian
Libertarian adalah suatu filsafat politik yang mengagungkan kebebasan, mengutamakan hak-hak individu, serta mengarah ke pembentukan kerja sama. Asumsi dasar dari paham libertarian adalah pengakuan pada hak-hak mendasar manusia serta tanggung jawabnya.Paham ini memandang bila pemerintah terlalu mengontrol kehidupan warganya maka masyarakat akan kehilangan harkat martabatnya. Artinya, apabila pemerintah terlalu banyak campur tangan, masyarakat akan dijauhkan dari kebebasannya untuk hidup sesuai dengan hak dasar individu dan dijauhkan pula dari usahanya untuk hidup sesuai dengan kemampuannya sehingga masyarakat akan hilang martabat kemanusiaannya dan hilang pula kebebasannya.
Berbeda dengan sistem komunikasi autoritarian dimana aktivitas komunikasi dan transaksi informasi ditetapkan, dijalankan, dan dikendalikan oleh pemerintah maka dalam sistem komunikasi libertarian rakyat memiliki kebebasan untuk ikut menentukan, menjalankan, dan mengendalikan aktivitas komunikasi yang terjadi. Kebebasan ini dimulai dengan membolehkan mereka untuk menetapkan bentuk dan cara berkomunikasi, menjalankan rencana aktivitas komunikasi, dan pengendalian secara berimbang antara rakyat dan pemerintah dalam komunikasi atau sedapat mungkin dalam bentuk peniadaan pengendalian komunikasi oleh pemerintah. Kebebasan berkomunikasi dalam sistem komunikasi libertarian menyangkut empat hal yaitu ;
1) tidak satu orang/kelompok pun yang dapat membungkam pendapat orang lain dan mengatasnamakan kebenaran itu menjadi kebenaran miliknya,
2) apabila banyak orang memiliki pendapat yang sama dan lebih sedikit orang memiliki pendapat yang berbeda maka pendapat orang banyak ( mayoritas ) itu tidak boleh sama sekali meniadakan pendapat orang-orang yang lebih sedikit jumlahnya (minoritas),
3) apabila sejumlah orang memiliki pendapat yang sama dan hanya satu orang berpendapat berbeda maka yang satu orang ini sama sekali tidak boleh dibungkam dan
4) jika pun satu orang yang berbeda pendapat ternyata pendapatnya salah maka tidak berarti bahwa orang itu kemudian harus kehilangan haknya untuk bersuara kembali.
Format komunikasi dalam sistem komunikasi libertarian dicirikan oleh:
1. Seimbangnya kekuatan antarsumber informasi dalam menerapkan kebebasan untuk mengarah pada suatu kebenaran
2. Keseimbangan kekuatan untuk memaknai kebebasan antara komunikator dan komunikan, pluralitas isi pesan yang mengalir baik dari komunikator ke komunikan ataupun dari komunikan ke komunikator, penggunaan media atau saluran komunikasi secara bebas, kecenderungan memberi kebebasan dalam pemaknaan terhadap pesan yang dikonsumsi , umpan balik yang bersifat kritis dan tidak sekadar melihat persoalan dari satu sisi belaka, dan efek komunikasi yang muncul akan disikapi secara dewasa dan sama bebasnya dengan saat proses komunikasi itu terjadi.
Apabila sistem komunikasi lainnya terpusat pada kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa (dalam arti luas) maka sistem komunikasi libertarian dapat dikatakan mengabdi pada kepercayaan bahwa kebebasan individu akan membawa pada kesejahteraan karena berangkat dari kekuatan individu itu sendiri. Ini hanya bisa diperoleh jika masing-masing unsur yang sepakat menjalankan peran dan posisinya secara proporsional. Mandat sebagai batas keproporsionalan ini perlu dijaga dan saling dihormati sehingga intervensi mandat tidak dilakukan oleh satu unsur terhadap unsur lainnya. Apabila batas proporsi ini tidak dihormati maka yang akan terjadi adalah kesewenang-wenangan unsur tertentu, yang sama artinya dengan masuk pada perangkap autoritarian dalam bentuk yang lain.
Rangkuman Materi Perbandingan Sistem Komunikasi
1: Sistem Komunikasi
ConversionConversion EmoticonEmoticon