Di sebuah rumah mewah yang terletak di pinggiran sebuah
kota, hiduplah sepasang suami istri. Dari sekilas orang yang memandang,
mereka adalah pasangan yang sangat harmonis. Para tetangganya pun tahu
bagaimana usaha mereka dalam meraih kehidupan mapan seperti saat ini.
Sayang, pasangan itu belum lengkap. Dalam kurun waktu sepuluh tahun
pernikahan, pasangan itu belum juga dikaruniai seorang anak yang mereka
damba-dambakan.
Karenanya walaupun masih saling
mencinta, si suami berkeinginan menceraikan istrinya karena dianggap tak
mampu memberikan keturunan sebagai penerus generasinya. Setelah melalui
perdebatan sengit, dengan sedih dan duka yang mendalam, si istri
akhirnya menyerah pada keputusan suaminya untuk tetap bercerai.
Dengan
perasaan tidak menentu, suami istri itu menyampaikan rencana perceraian
kepada orangtua mereka. Meskipun orangtua mereka tidak setuju, tapi
tampaknya keputusan bulat sudah diambil si suami. Setelah
berbincang-bincang cukup lama dan alot, kedua orangtua pasangan itu
dengan berat hati menyetujui perceraian tersebut. Tetapi, mereka
mengajukan syarat, yakni agar perceraian pasangan suami istri itu
diselenggarakan dalam sebuah sebuah pesta yang sama besarnya seperti
pesta saat mereka menikah dulu.
Agar tidak mengecewakan
kedua orangtuanya, maka persyaratan mengadakan pesta perceraian itu pun
disetujui. Beberapa hari kemudian, pesta diselenggarakan. Sungguh, itu
merupakan pesta yang tidak membahagiakan bagi siapa saja yang hadir
dalam pesta itu. Si suami tampak tertekan dan terus meminum arak sampai
mabuk dan sempoyongan. Sementara sang istri tampak terus melamun dan
sesekali mengusap air matanya di pipinya. Di sela mabuknya si suami
berkata lantang, “Istriku, saat kau pergi nanti. semua barang berharga
atau apapun yang kamu suka dan kamu sayangi, ambillah dan bawalah!!“
Setelah berkata seperti itu, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan
akhirnya menjadi tak sadarkan diri.
Keesokan harinya,
setelah pesta usai, si suami terbangun dari tidur dengan kepala
berdenyut-denyut. Dia merasa tidak mengenali keadaan di sekelilingnya
selain sosok yang sudah dikenalnya bertahun-tahun, yaitu sang istri yang
ia cintai. Maka, dia pun bertanya “Ada dimanakah aku? Kenapa ini bukan
di kamar kita? Apakah aku masih mabuk dan bermimpi?”
Si
istri menatap penuh cinta pada suaminya dengan mata berkaca-kaca dan
menjawab, “Suamiku, ini di rumah orangtuaku. Kemarin kau bilang di depan
semua orang, bahwa aku boleh membawa apa saja yang aku mau dan aku
sayangi. Di dunia ini tidak ada satu barang yang berharga dan aku cintai
dengan sepenuh hati selain kamu. Karena itu kamu sekarang kubawa serta
ke rumah orangtuaku. Ingat, kamu sudah berjanji dalam pesta itu.”
Dengan
perasaan terkejut setelah sesaat tersadar, si suami bangun dan memeluk
istrinya, “Maafkan aku Istriku, aku sungguh bodoh dan tidak menyadari
bahwa dalamnya cintamu padaku. Walaupun aku telah menyakitimu, dan
berniat menceraikanmu, tetapi engkau masih mau membawa serta diriku
bersamamu dalam keadaan apapun“. Akhirnya kedua suami istri ini ini
berpelukan dan saling bertangisan. Mereka akhirnya mengikat janji akan
tetap saling mencintai, hingga ajal memisahkan.
Moral cerita:
Saat sebuah pernikahan dimulai, bukanlah
hanya bertujuan menghasilkan keturunan, meski diakui mendapatkan buah
hati adalah dambaan setiap pasangan suami istri. Tapi sebenarnya masih
banyak hal lain yang juga perlu diselami dalam hidup berumah tangga.
Untuk
itu rasanya kita perlu menyegarkan kembali tujuan kita dalam menikah,
yaitu peneguhan janji sepasang suami istri untuk saling mencintai,
saling menjaga baik dalam keadaan suka dan duka. Melalui kesadaran
tersebut, apapun kondisi rumah tangga yang kita jalani akan menemukan
suatu solusi. Sebab proses menemukan solusi dengan berlandaskan kasih
sayang ketika menghadapi sebuah masalah, sebenarnya merupakan salah satu
kunci keharmonisan rumah tangga. Harta dalam rumah tangga bukanlah
terletak dari banyaknya tumpukan materi dan harta yang dimiliki suatu
keluarga, namun dari rasa kasih sayang dan cinta pasangan suami istri
yang ada dalam keluarga tersebut.
Sumber: Penulis: Hareem Musasi
ConversionConversion EmoticonEmoticon