Perspektif adalah sudut pandang secara spesifik dan beragam dalam
melihat suatu fenomena atau gejala tertentu yang hendak dikaji, dari
berbagai-bagai unsur yang bisa membedakan sebuah teori satu dengan yang
lain. Perspektif memungkinkan terjadinya perbedaan teori dalam mengkaji
dan menafsirkan gejala gejala yang ada.
Ragam Perspektif Komunikasi :
1. Perspektif Transmisionis, merupakan pandangan yang paling dominan
dalam komunikasi. Pandangan ini menekankan pada pengiriman pesan dari
sumber ke penerima melalui suatu saluran tertentu dengan suatu efek.
2. Perspektif Display, dalam perspektif ini komunikasi (penyampaian
pesan) dianggap sebagai upaya menarik perhatian khalayak dengan cara
memajang (men-display) sejumlah pesan (seperti menaruh barang-barang di
elalase toko)
3. Perspektif Mencipta Makna, Komunikasi sebagai usaha menciptakan
makna (generating of meaning). Komunikasi bertujuan menghadirkan makna
tertentu di benak khalayak.
4. Perspektif Ritual, komunikasi dalam perspektif ritual dilakukan untuk memelihara dan kebersamaan solidaritas komunitas.
5. Perspektif Konstruksi Realitas, Komunikasi dilakukan dalam rangka
menciptakan kenyataan lain atau kenyataan kedua melalui pengembangan
wacana atas dasar realitas tertentu atau kenyataan pertama.
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann pertama kali memperkenalkan istilah
konstruksi realitas pada tahun 1966 melalui bukunya The Social
Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge.
Mereka menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya,
dimana individu secara intens menciptakan suatu realitas yang dimiliki
dan dialami bersama secara subjektif. Teori ini dimaksudkan sebagai satu
kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan
(penalaran teoritis yang sistematis), dan bukan sebagai suatu tinjauan
historis mengenai perkembangan disiplin ilmu. Oleh karena itu, teori ini
tidak memfokuskan pada hal-hal semacam tinjauan tokoh, pengaruh dan
sejenisnya. Tetapi lebih menekankan pada tindakan manusia sebagai aktor
yang kreatif dan realitas sosialnya.
Pekerjaan utama dalam proses pembuatan wacana adalah
mengkonstruksikan realitas. Dalam mengkonstruksi realitas itu, prosesnya
dimulai dengan adanya realitas pertama berupa keadaan, benda, pikiran,
orang, atau peristiwa, atau yang lainnya (1) Realitas pertama inilah yang dikonstruksikan oleh pelaku konstruksi (2).
Dalam membuat wacana ini, pelaku konstruksi dipengaruhi berbagai
faktor. Secara umum, sistem komunikasi adalah faktor yang memengaruhi
sang pelaku dalam membuat wacana (3). Dalam sistem komunikasi yang bebas (libertarian), wacana yang terbentuk akan berbeda dalam sistem komunikasi yang dibatasi (otoritarian).
Secara lebih khusus, dinamika internal dan eksternal pelaku konstruksi memengaruhi wacana yang terbentuk beserta maknanya (4).
Di satu sisi, hal ini menunjukkan bahwa pembentukan wacana tidak berada
dalam ruang vakum, di sisi lain pelaku konstruksi sendiri bukanlah
orang yang sepenuhnya mampu mengendalikan realitas. Setidaknya ada tiga
sebab mengenai lemahnya kendali pelaku konstruksi. Faktor innocently yang mencakup kekurangmampuan dan kesalahpahaman; faktor internality karena adanya minat dan kepentingan; dan faktor externality karena adanya sponsor dan pasar (5).
Struktur dan makna wacana juga dipengaruhi oleh strategi konstruksi realitas yang dipakai pelaku konstruksi (6).
Seraya mempertimbangkan faktor internal dan eksternal yang memengaruhi
dirinya, pelaku konstruksi memakai tiga alat untuk mengkonstruksikan
suatu realitas, seperti strategi signing, yaitu strategi memakai kata, idiom, kalimat dan paragraf; strategi framing, yaitu upaya memilih fakta yang akan dimasukkan atau dikeluarkan dari wacana; dan strategi priming, yaitu teknik menampilkan wacana di depan publik berdasarkan waktu, tempat, dan jenis khalayak (7).
Sebagai hasil dari proses konstruksi adalah wacana (discourse) atau realitas yang dikonstruksikan. Sesuai dengan jenis kegiatan komunikasinya, wacana yang terbentuk bisa berupa tulisan (text), ucapan (talk), tindakan (act) atau peninggalan (artifact) (8). Oleh karena discourse
yang terbentuk ini telah dipengaruhi oleh berbagai faktor, kita dapat
mengatakan bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang
diinginkan serta kepentingan yang sedang diendors oleh si konstruktor (9).
ConversionConversion EmoticonEmoticon