Cerita Supir Angkot dan Anak SMP

2:38:00 am
Masa sekolah adalah masa dimana anak akan belajar berbagai hal, pada saat sekolah SMP banyak anak pengen mencoba hal yang baru karena pada saat itu anak berada pada masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa. Jadi banyak hal yang akan terjadi dalam masa transisi ini. Dengan membaca kisah ini semoga bisa diambil pelajaran bagi kita semua bagaimana seorang anak SMP tetap teguh dengan pendiriannya.




anak ini....
kalo diinget inget kasian juga, karena ditanya mulu sama si abang angkot -_-
.
ceritanya...
ada sekelompok pelajar (kayanya SMP kelas 1) yg lagi nungguin angkot tujuan pulangnya, ada Dia (si anak laki2) dan 3 orang lainnya perempuan
.
anak itu mengulurkan jempolnya kepada angkot yg akan ditumpanginya (yg kebetulan ana tumpangi juga) dan say good bye kpd teman2nya karena beda arah tujuan
.
percakapan dimulai:
sopir : "lah, pacar nya kok ga diajak de?"
pelajar: "lah itumah temen saya bang"
sopir: "haha ... cewenya kali"
pelajar: "gak bang, dia mah pacar temen saya"
sopir: "emang situ ga punya cewe?"
pelajar: "engga lah bang, masih kecil"
sopir: "lah emang kenapa klo masih kecil? gak apa apa kan?, anak saya juga gitu, asal baik2 aja pacarannya" dengan bangganya :v
-saya tertawa kecil- (untung ga keliatan, karena pke masker)
pelajar: "gak lah bang, ga boleh, dosa"
sopir: "lah , ga dong, kan main main aja"
pelajar: "ga lah bang, ntar diomelin saya" si anak laki2 tetap nolak
sopir: "yaa ntar kalo kamu pacaran, kmu kerumahnya, samperin, bilang aje ke mamahnya mau belajar"
-belajar dosa bang?-
pelajar: saking keselnya ditanya.in terus.. ia terdiam
sopir: "udah... ga apa apa de..... iya gak bu?" tanya si sopir kpd salah satu penumpang yg duduk disampingnya
-dan si ibu pun meng'IYA'kannya
pelajar: "saya masih kecil bang, pacaran itu dosa, ntar kalo udah gede juga ada jodohnya"
semua: terdiam
-saya .... tertawa dalam hati, sambil ngomong: huahahaahaha GOOD ANSWER !! MANTAP DEEEKK !!-
saya dukung kamu deee :v
.
.
.
masyaAllah
mudah2an adek ini tetep jomblo sampai pd waktunya...
.
ortu sekarang begitu... mengharapkan dan mendukung anaknya untuk berpacaran....
tak tahu zina itu berawal dr pacaran? naudzubillahimindzalik,
seyogyanya ortu itu mengajak anaknya kpd kebaikan, beribadah, dan memurnikan ketaatannya kepada Allah, bukan mengajak kpd kemaksiatan #plaaaakkk #tepokJidat
.
ga perlu takut ga dapet jodoh de, harusnya kamu bangga karena kamu terhindar dr maksiat....
"janganlah kamu mengikuti kebanyakan manusia dimuka bumi ini, sungguh mereka akan menyesatkan mu ke jalan yg buruk"
jangan mengikuti kebanyakan mereka yang sangat bangga punya pacar, padahal belom tentu jadi pasangan hidupnya... (itu semua tipu daya, bukan mengejar kebahagian di waktu muda, tapi mengejar neraka di waktu muda) naudzubillahimindzalik
.
bersabar aja.... insyaAllah.. Allah akan memberikan yg TERBAIK kpd kalian
Bismillah !!!
.
#maap dek, ambil poto diem2, abis sendalnya keren :vvv
Copas
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS At Taghaabun: 14)
Makna “menjadi musuh bagimu” adalah melalaikan kamu dari melakukan amal shaleh dan bisa menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah Ta’ala. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/482)
Kita dapati kebanyakan orang salah menempatkan arti cinta dan kasih sayang kepada istri dan anak-anak, dengan menuruti semua keinginan mereka meskipun dalam hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam, yang pada gilirannya justru akan mencelakakan dan merusak kebahagiaan hidup mereka sendiri.
Sewaktu menafsirkan ayat di atas, Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di berkata, “…Karena jiwa manusia memiliki fitrah untuk cinta kepada istri dan anak-anak, maka (dalam ayat ini) Allah Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya agar (jangan sampai) kecintaan ini menjadikan mereka menuruti semua keinginan istri dan anak-anak mereka dalam hal-hal yang dilarang dalam syariat. Allah memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya…” (Taisiirul Kariimir Rahmaan, hal. 637)
Oleh karena itulah, seorang suami dan bapak yang benar-benar menginginkan kebaikan dalam keluarganya hendaknya menyadari kedudukannya sebagai pemimpin dalam rumah tangganya, sehingga dia tidak membiarkan terjadinya penyimpangan syariat dalam keluarganya, karena semua itu akan diminta pertanggungg jawabannya pada hari kiamat kelak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته، … والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم”
“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka.” (HSR. Al-Bukhari no. 2278 dan Muslim no. 1829)
Ancaman keras bagi orang yang membiarkan perbuatan maksiat dalam keluarganya
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ثلاثة لا ينظر الله عز وجل إليهم يوم القيامة: العاق لوالديه, والمرأة المترجلة, والديوث…”
“Ada tiga golongan manusia yang tidak akan dilihat oleh Allah (dengan pandangan kasih sayang) pada hari kiamat nanti, yaitu: orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan ad-dayyuts…” (HR. An-Nasa-i, no. 2562, Ahmad, 2/134 dan lain-lain. Dishahihkan oleh Adz-Dzahabi dalam Kitabul Kaba-ir, hal. 55 dan dihasankan oleh syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaaditsish Shahihah, no. 284. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/498 mengenai makna hadits ini)
Makna ad-dayyuts adalah seorang suami atau bapak yang membiarkan terjadinya perbuatan buruk dalam keluarganya (Lihat Fathul Baari, 10/406. Makna ini disebutkan dalam riwayat lain dari hadits di atas dalam Musnad Imam Ahmad, 2/69. Akan tetapi sanadnya lemah karena adanya seorang perawi yang majhul/tidak dikenal. Lihat Silsilatul Ahaaditsish Shahihah, 2/284).
Lawannya adalah al-gayur, yaitu orang yang memiliki kecemburuan besar terhadap keluarganya sehingga dia tidak membiarkan mereka berbuat maksiat. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 9/357)
Ancaman keras dalam hadits ini menunjukkan bahwa perbuatan ini termasuk dosa besar yang sangat dimurkai oleh Allah Ta’ala, karena termasuk ciri-ciri dosa besar adalah jika perbuatan tersebut diancam akan mendapatkan balasan di akhirat nanti, baik berupa siksaan, kemurkaan Allah ataupun ancaman keras lainnya. (Lihat Kitabul Kaba-ir, hal. 4)
Oleh karena itulah, Imam Adz-Dzahabi mencantumkan perbuatan ini dalam kitab beliau “Al-Kaba-ir” (hal. 55), dan beliau berkata setelah membawakan hadits di atas: “Dalam hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) bahwa tiga perbuatan tersebut termasuk dosa-dosa besar.” (Dinukil oleh Al-Munawi dalam Faidhul Qadiir, 3/327. Ucapan ini tidak kami dapati dalam dua cetakan kitab Al-Kaba-ir yang ada pada kami)
Dampak negatif perbuatan ini
Ancaman keras terhadap perbuatan ini yang disebutkan dalam hadits di atas adalah sangat wajar jika kita mengamati dampak buruk yang ditimbulkan oleh perbuatan ini. Karena perbuatan ini di samping akan berakibat merusak agama seseorang, juga akan merusak agama dan akhlak anggota kelurganya. Adapun kerusakan bagi agama seseorang, karena perbuatan ini akan menghilangkan atau minimal melemahkan sifat ghirah (kecemburuan karena kebaikan dalam agama), yang merupakan pendorong kebaikan dalam diri seorang hamba.
Imam Ibnul Qayyim ketika menjelaskan dampak buruk perbuatan maksiat, di antaranya perbuatan ad-diyatsah/ad-dayytus (membiarkan perbuatan buruk dalam keluarga) yang timbul karena lemah atau hilangnya sifat ghirah dalam hati pelakunya, beliau berkata, “…Oleh karena itulah, ad-dayyuts adalah makhluk Allah yang paling buruk dan diharamkan baginya masuk surga, demikian juga orang yang membolehkan dan menganggap baik perbuatan zhalim dan melampaui batas bagi orang lain. Maka perhatikanlah akibat yang ditimbulkan karena lemahnya sifat ghirah (dalam diri seseorang). Ini semua menunjukkan bahwa asal (pokok) agama (seseorang) adalah sifat ghiroh. Barangsiapa yang tidak memiliki sifat ghirah maka berarti dia tidak memiliki agama (iman). Karena sifat inilah yang akan menghidupkan hati (manusia) yang kemudian menghidupkan (kebaikan pada) anggota badannya, sehingga anggota badannya akan menolak (semua) perbuatan buruk dan keji (dari diri orang tersebut). Sebaliknya, hilangnya sifat ghirah akan mematikan hati (manusia) yang kemudian akan mematikan (kebaikan pada) anggota badannya, sehingga sama sekali tidak ada penolak keburukan pada dirinya…” (Kitab Ad-Da-u wad Dawaa’, hal. 84)
Adapun keburukan terhadap agama istri dan anak-anaknya, dengan membiarkan atau menuruti keinginan mereka dalam hal-hal yang bertentangan dengan syariat, ini berarti menjerumuskan mereka ke dalam jurang kehancuran. anak-anak, jika tidak diarahkan kepada kebaikan dan dibiarkan larut dalam maksiat, maka tentu mereka akan terbiasa dan menganggap remeh maksiat tersebut sampai mereka dewasa.
Seorang penyair berkata:
Anak kecil itu akan tumbuh dewasa di atas apa yang terbiasa (didapatkannya) dari orang tuanya
Sesungguhnya di atas akarnyalah pohon itu akan tumbuh (Adabud Dunya wad Diin, hal. 334)
Senada dengan syair di atas ada pepatah arab yang mengatakan:
“Barangsiapa yang ketika muda terbiasa melakukan sesuatu maka ketika tuapun dia akan terus melakukannya.” (Dinukil dan dibenarkan oleh syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin dalam Majmu’atul as-Ilah Tahummul Usratal Muslimah, hal. 43)
Nasehat untuk para kepala keluarga
Seorang suami dan bapak yang benar-benar mencintai dan menyayangi istri dan anak-anaknya, hendaknya menyadari bahwa cinta dan kasih sayang sejati terhadap mereka tidak hanya diwujudkan dengan mencukupi kebutuhan duniawi dan fasilitas hidup mereka. Akan tetapi, yang lebih penting dari semua itu adalah pemenuhan kebutuhan rohani mereka terhadap pengajaran dan bimbingan agama yang bersumber dari petunjuk Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah bukti cinta dan kasih sayang yang sebenarnya, karena diwujudkan dengan sesuatu yang bermanfaat dan kekal di dunia dan di akhirat nanti.
Karena pentingnya hal ini, Allah Ta’ala mengingatkan secara khusus kewajiban para kepala keluarga ini dalam firman-Nya,
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS At Tahriim: 6)
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu dan keluargamu.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 2/535. Dishahihkan oleh Al Hakim sendiri dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata, “Memelihara diri (dari api neraka) adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertobat dari semua perbuatan yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan anak-anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan) perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan neraka) kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang berada di bawah kekuasaan dan tanggung jawabnya.” (Taisiirul Kariimir Rahmaan, hal. 640)
Kemudian, hendaknya seorang kepala keluarga menyadari bahwa dengan melaksanakan perintah Allah Ta’ala ini, berarti dia telah mengusahakan kebaikan besar dalam rumah tangganya, yang dengan ini akan banyak masalah dalam keluarganya yang teratasi, baik masalah di antara dia dengan istrinya, dengan anak-anaknya atau pun di antara sesama keluarganya. Bukankah penyebab terjadinya bencana secara umum, termasuk bencana dalam rumah tangga, adalah perbuatan maksiat manusia[?] Allah Ta’ala berfirman,
{وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ}
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan (dosa)mu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS Asy Syuura: 30)
Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan berdoa kepada Allah agar Dia senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya pada diri kita sendiri maupun keluarga kita.
Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebagai penyejuk (pandangan) mata (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 3 Rabi’ul awal 1430 H
***
Penulis:  Ustadz Abdullah bin Taslim Al-Buthoni, Lc.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »