Film dalam Sistem Komunikasi Indonesia

5:43:00 pm
Film adalah rangkaian foto yang dihasilkan dari pita seluloid yang dijajarkan sedemikian rupa dan diputar sehingga menampilkan gambar yang bergerak/hidup. Untuk mendapatkan sebuah gambar yang bergerak dari gerakan yang normal diperlukan dua puluh empat frame foto setiap detiknya. Film juga disebut dengan sinema, yang artinya adalah rangkaian gambar yang bergerak. Dalam dimensi kemasyarakatan film merupakan media hiburan dengan menggunakan cerita sebagai sarananya yang ditampilkan lewat suara dan rangkaian gambar yang memberikan ilusi gerak berkelanjutan. Selain itu film adalah sebuah karya cipta seni dan budaya serta pranata sosial. Sehingga dengan demikian hakekat film secara sosial dapat didefinisikan sebagai pranata sosial dari sebuah karya seni dan budaya yang ditampilkan dengan menggunakan media massa bersifat pandang dengar dengan kaidah sinematografi yang direkam pada pita seluloid dan yang sejenisnya sebagai sebuah bentuk media hiburan yang dapat dipertunjukkan. Film dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis yakni 1) film fiksi, 2) film non fiksi, 3) film animasi, 4) film eksperimental.

Film berkembang sebagai lanjutan perkembangan teknik fotografi. Berkembangnya fotografi menjadi gambar bergerak bermula ketika Thomas Alva Edison dan William Kennedy Laurie Dickson berhasil menemukan kenetographe dan kinetoscope. Dan berkembang menjadi industri film ketika Lumiere bersaudara dari Prancis menemukan cinematography dan membuat inovasi dalam pembuatan film dan pemutaran film di tempat tertutup (bioskop) yang ditonton dengan sistem berbayar. Film berkembang seiring dengan perkembangan teknologinya yang pada akhirnya melahirkan periodesasi dalam sejarah film yang melahirkan periode film bisu (1895-1903), masa film cerita yang bisu (1903-1927), masa film bicara hitam-putih (1927-1935), masa film berwarna (1935-1953), dan masa film layar lebar (1953 hingga sekarang ini), serta berkembangnya film digital.

Film sebagai bagian dari dan dalam kehidupan masyarakat terikat oleh seperangkat nilai yang mendasari, baik pada sistem kerjanya maupun pada fungsinya dalam kehidupan masyarakat. Seperangkat nilai yang diyakini untuk dipegang dan diperjuangkan inilah yang disebut dengan ideologi, sehingga film akan selalu membawa ideologinya dalam setiap peran dan fungsinya dalam masyarakat. Gramci (1971) dan Rude (1980) membedakan ideologi menjadi “ideologi inheren-organik” dengan “ideologi tradisional-turunan”. Ideologi organik muncul sebagai hasil dari interaksi sosial dan ekonomi suatu masyarakat. Sedangkan ideologi tradisional sebagai hasil dari peristiwa besar dalam sejarah suatu masyarakat.

Ideologi organik dibedakan menjadi tiga , yakni: ideologi populer, ideologi utama dan ideologi publik. Ideologi populer mencerminkan pengalaman suatu kelompok populer seperti petani, buruh dan gerakan sosial baru. Ideologi utama dibangun berdasarkan kepentingan pribadi dan kesadaran umum, seperti yang ditemukan di kelompok profesional atau pengusaha. Ideologi publik dikembangkan oleh aktor-aktor publik seperti politisi, birokrat, dan juga media, pers dan wartawan. Ideologi publik ini terbentuk tidak terlepas dari faktor sejarah, tekanan publik dan agenda serta kepentingan individu-individu dominan.

Di dunia hanya ada dua ideologi tradisional utama yang secara substantif saling berlawanan, yakni liberal-kapitalis dan sosialis-komunis. Film secara ideologi merupakan anak kandung dari masyarakat industrial yang bercorak liberal-kapitalis, karena film dilahirkan dari rahim dunia kapitalisme. Ciri dari sistem komunikasi yang bercorak liberalis-kapitalis adalah menjadikan film yang merupakan salah satu bentuk komunikasi massa sebagai industri untuk tujuan komersial dengan kepentingan merengkuh keuntungan sebanyak-banyaknya (the big business). Tidak mengherankan kalau kemudian di antara negara-negara kapitalis saling bersaing untuk mendominasi pasar dengan membuat film-film yang sesuai dengan selera pasar bertemakan seks, vulgarisme dan kekerasan.

Di negara-negara yang berideologi sosialis-komunis, film dikuasai oleh negara, digunakan negara untuk mempengaruhi dan membangun kesadaran masyarakat akan ideologi sosialis-komunis. Selain itu film juga digunakan untuk menjamin kohesivitas dan ketundukkan masyarakat pada ideologi dan sistem sosialis-komunis. Jadi berbeda dengan di negara-negara liberalis-kapitalis dimana film dimiliki dan diproduksi oleh kaum pengusaha secara privat dengan prinsip ekonomi, maka film di negara-negara sosialis-komunis dimiliki dan dikuasai negara, dan diproduksi oleh negara untuk menjangkau penyadaran dan dukungan seluas-luasnya dari masyarakat terhadap ideologi dan sistem sosialis-komunis.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »