Komunikasi dan Relasi Antarpribadi

1:43:00 am
Pada dasarnya, relasi antarpribadi itu bersifat dinamis, sehingga bisa berubah dari tiik harmonis ke titik konflik. Komunikasi memegang peran penting dalam membangun, mengembangkan dan menjaga relasi antarpribadi. Titik penting dalam menjaga relasi antarpribadi itu ada pada pemahaman. Komunikasi bisa membangun pemahaman, tapi bisa juga sebaliknya membangun kesalahpahaman atau salah pengertian. Bila komunikasi mampu membangun pemahaman maka dalam relasi antarpribadi terbangun rasa percaya sehingga membawa pada keterbukaan dan akhirnya relasi yang intim. Bila sebaliknya yang terjadi, maka yang muncul adalah ketidakpercayaan yang akan membawa pada ketertutupan dan akhirnya terbangun  jarak di antara orang yang berkomunikasi.

Kemampuan menjalin relasi antarpribadi dan berkomunikasi antarpribadi dikategorikan sebagai kecerdasan antarpribadi. Kecerdasan seperti ini diperlukan oleh setiap manusia, namun ada beberapa manusia dengan jenis pekerjaan dan profesi tertentu yang mesti menguasai kecakapan antarpribadi ini.

Manusia bertindak karena memiliki motif tertentu. Begitu juga haknya dengan relasi dan komunikasi antarpribadi yang dijalin atau dilakukan seseorang pastilah dilandasi motif tertentu. Motif tersebut muncul karena adanya kebutuhan, yakni terjadinya kekurangan atau penurunan pada diri kita.

Kebutuhan manusia bisa dijelaskan secara fisiologis seperti yang dilakukan para psikologi psikologis, yang memfokuskan pada kebutuhan/motif primer yang bersifat biologis. Bisa juga dijelaskan secara fisiologis-psikologis seperti yang dilakukan para psikolog humanistik, yang memasukkan dimensi psikologis yang dikenal juga dengan istilah motif/kebutuhan sosiogenis atau motif sekunder.

Salah satu teori kebutuhan yang paling populer adalah Teori Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow. Teori ini menjelaskan kebutuhan secara lebih kompleks dibandingkan dengan Teori Kebutuhan-dorongan-insentif yang bisa menjelaskan hal-hal yang lebih sederhana dalam perilaku manusia.

Komunikasi dan relasi antarpribadi manusia berlangsung karena manusia memiliki kebutuhan. Dengan menggunakan teori kebutuhan kita bisa menjelaskan motif manusia membangun relasi atau komunikasi antarpribadi. Dengan demikian kita bisa mengembangkan iklim komunikasi yang lebih baik dan komunikasi antarpribadi yang lebih efektif.

Hubungan antarpribadi itu bersifat dinamis. Dinamisnya hubungan antarpribadi itu bisa dilihat dari dialektika hubungan yang menunjukkan ada 3 dialektika hubungan utama, yaitu (a) keterhubungan dan keterpisahan, (b) kepastian dan ketidakpastian, dan (c) keterbukaan dan ketertutupan. Kita bisa juga melihat tahapan hubungan itu dengan tahap memulai berhubungan. Lalu keduanya mulai saling menjajagi, yang bila memperoleh respons yang positif dari kedua belah pihak maka akan masuk tahap saling mengintensifkan hubungan. Selanjutnya, keduanya akan berpadu bahkan bila itu dua orang dewasa yang berbeda jenis kelaminnya bisa saja berlanjut pada ikatan formal seperti pernikahan atau bisa juga hanya berupa ikatan sosial seperti berpacaran atau berkawan akrab. Kemudian akan muncul perbedaan-perbedaan di antara keduanya, yang selanjutnya bisa saja melahirkan tiga kondisi yang berbeda yaitu stagnasi, saling menghindar dan mungkin juga penghentian hubungan.    

Untuk pemeliharaan hubungan, kita bisa mengacu pada konsep kepuasan KAP. Dengan mengutip pendapat Hecht, Rucker & Davis-Showell (2005:202) menyatakan kepuasan KAP adalah peneguhan (reinforcement) posotif yang diberikan satu peristiwa komunikasi yang memenuhi ekspektasi positif. Bila melihat rumusan kepuasan KAP seperti itu, maka kita bisa menyatakan bahwa kepuasan komunikasi tidak lain merupakan dampak komunikasi, yang dalam hal ini adalah KAP. Lain halnya pandangan pemeliharaan hubungan ini dari perspektif Teori Pertukaran Sosial. Teori ini mengasumsikan bahwa pada dasarnya manusia itu mengetahui situasi lawan komunikasinya satu sama lain, memberi perhatian terhadap kebutuhannya, dan pada dasarnya senang diperlakukan seperti dia memperlakukan orang lain.

Tubbs dan Moss (2000:11-12) menunjukkan karakteristik hubungan yang berkualitas tinggi, yaitu (a) informasi tentang orang lain lebih bersifat psikologis ketimbang bersifat kultural dan sosiologis; (b) aturan-aturan dalam hubungan ini lebih banyak dikembangkan oleh kedua orang yang terlibat dibandingkan dengan diatur oleh tradisi; (c) hubungan lebih banyak ditentukan oleh karakter pribadi dibandingkan dengan situasi; dan (d) pilihan perseorangan lebih diutamakan ketimbang pilihan kelompok. Kualitas hubungan itu bukan semata untuk hubungan yang akrab belaka melainkan berlaku juga pada hubungan di antara dua orang yang hubungannya bukan hubungan antarpribadi.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »