Keimanan merupakan hal yang paling esensial bagi seorang mukmin, karena itu
tanpa iman seseorang tidak dapat dikatakan mukmin. Keimanan dalam Islam
terdistribusi dalam enam hal yang lazim disebut dengan rukun iman (arkan
al-iman) yaitu iman pada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir (hari
kiamat), dan qadar baik/buruk. Sebagian ulama mengatakan bahwa keenam hal ini
cukup diyakini dalam hati. Sementara yang lain berpendapat bahwa iman tidak
cukup hanya dengan keyakinan dalam hati saja, tetapi harus diucapkan dengan
lisan (lidah), dan diimplementasikan dalam perbuatan (tashdiq bi al-qalb taqrir
bi al-lisan wa al-amal bi al-arkan).
Perintah untuk beriman (aminu) dalam al-Qur’an sering diikuti dengan kata
berbuat baik (amilu al-shalihat). Hal ini memberikan penekanan pada umat Islam
bahwa seorang muslim tidak cukup hanya beriman tetapi harus mengimplementasikan
nilai-nilai keimanan tersebut dalam kehidupan sosial. Dalam konteks ini
terlihat jelas korelasi antara iman dan amal.
Buah dari keimanan seseorang pada hal-hal di atas membuatnya memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan komunitas yang tidak beriman (unbeliever).
Buah dari keimanan seseorang pada hal-hal di atas membuatnya memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan komunitas yang tidak beriman (unbeliever).
Di antara
ciri-ciri orang yang beriman yang dijelaskan dalam al-Qur’an adalah;
bergetarnya hati ketika disebutkan nama Allah dan hanya kepada Allahlah ia
bertawakal, yaitu menyerahkan segala keputusan atau hasil usaha kepada Allah
setelah berusaha dengan maksimal (QS. Al-Anfal 2).
Selanjutnya terdapat pula
ayat yang mengatakan bahwa orang yang beriman akan memakan makanan-makanan yang
baik (al-thayyibat) dan senantiasa bersyukur atas segala nikmat (QS. Al-Baqarah
172), menepati janji (QS. Al-Maidah 1), dll. Ciri-ciri ini melekat pada siapa
saja yang mengaku beriman, sehingga seorang yang mengaku beriman tetapi tidak
memenuhi ciri-ciri tersebut maka keimanannya akan disangsikan (diragukan atau
tidak sempurna).
Salah satu konsekuensi dari keimanan kepada kitab Allah adalah memahami pesan dan nilai yang terdapat di dalamnya. Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyuruh kaum muslimin untuk mempergunakan akal untuk mencari ilmu pengetahuan. Malah Allah memberikan keistimewaan bagi mereka dengan memposisikannya lebih tinggi dari yang lainnya (QS. Al-Mujadalah 11).
Sangat
mudah menemukan ayat-ayat tentang perintah mencari ilmu, afala ta’qilun, afala
tazakkarun, afala tubshirun, ulu al-bab, ulu al-nuha, dll, sebaliknya belum
ditemukan satu ayatpun yang mengingkarinya. Kenyataan ini menjadikan Islam
sebagai agama yang rasional, progresif, dan cinta kemajuan.
Rasionalitas dalam
Islam memperoleh posisi yang istimewa. Rasulullah bersabda, “al-din huwa
al-aql, la dina liman la ‘aqla lah”, agama itu rasional, maka belumlah seorang
itu dipandang beragama (belum sempurna) ketika belum mempergunakan rasionya.
Namun demikian pencapaian manusia terhadap ilmu pengetahuan harus tetap di
bawah pengawasan dan kendali agama (baca;Islam). Islam menegaskan bahwa ilmu
pengetahuan harus digali dan dipergunakan sepenuhnya dalam kerangka ibadah pada
Allah. Man izdada ilman lam yazdad huda lam yazdad ila Allah illa bu’da,
barangsiapa yang bertambah ilmunya namun tidak bertambah keimanannya, maka
sesungguhnya ia akan semakin jauh dari Tuhannya. Islam mengutuk keras para
pencari ilmu yang mempergunakan ilmunya untuk mencelakakan diri sendiri ataupun
masyarakat.
Theodore John Kaczynski dapat dijadikan contoh dalam hal ini. Si
jenius ahli matematika lulusan Harvard University dan Michigan University ini
dijuluki unabom. Dengan bom yang diciptakannya ia telah membunuh dan melukai
banyak orang selama 17 tahun. Jelas Islam tidak menginginkan lahirnya
Kaczynski-Kaczynski lain yang dengan penemuannya justru melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan ajaran agama.
Berbicara tentang seni, para ahli sepakat mengatakan bahwa seni sangat erat
hubungannya dengan keindahan. Islam tidak anti seni begitu juga dengan
keindahan. Inna Allah jamil wa yuhibbu al-jamal, Allah itu indah dan mencintai
keindahan. Namun keindahan dalam perspektif manusia tetap harus berada dalam
koridor agama. Sesuatu yang dianggap indah oleh manusia harus selaras dengan
keindahan yang ditetapkan agama.
ConversionConversion EmoticonEmoticon